Makanan
atau kuliner biasanya dijadikan suatu penanda atau penunjuk kekhasan dan
keunikan suatu daerah atau tempat tertentu. Orang pasti akan hapal jika ke
Bandung pasti menyempatkan beli peyeum, atau jika teringat kata Jogja pasti
teringat dengan gudeg-nya. Kuliner menjadi kekayan bangsa yang juga mencerminkan
keragaman dan kekayaan kultural masyarakat tempat itu sendiri. Seorang
Antropolog UGM, Lono Simanjuntak, mengatakan makanan masyarakat menjadi penanda
keragaman lidah dan selera setiap etnis masyarakat di Nusantara. Contohnya
orang Jawa biasanya menyukai manis sedangkan orang Padang menyukai makanan yang
pedas. Selain dari segi sosial adan antropologi seperti yang disebutkan di
atas, kuliner juga sering dikaitkan dengan kentalnya budaya religi atau
keagamaan dalam tradisi atau budaya daerah tersebut. Sebut saja kue pasung yang
wajib dihadirkan sebagai pelengkap sesajen dalam Upacara Pudjan pada suku
Tengger di Bromo sebagai ucapan syukur mereka atas keselamatan yang telah
diberikan Allah SWT saat ini dan masa depan atau Rabeg yang disajikan sebagai
simbol penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW dan disajikan pada peringatan
Maulud Nabi di Banten tau masakan-masakan khas daerah tertentu yang biasanya
hanya muncul pada Hari Raya Idul Fitri.
Berbicara soal kuliner dan agama, saya jadi teringat dengan kampung saya, tempat kelahiran orang tua saya, Banten tepatnya di kota Serang dan Pandeglang. Meskipun saya sendiri tidak lahir disana, tapi setiap Lebaran atau ada acara keluarga saya dan keluarga pasti kesana. Banten sendiri sudah tidak asing lagi dikenal sebagai kota yang kaya akan budaya dan tradisi Islamnya, hanya saja semakin maju zaman, semakin budaya tersebut sudah banyak ditinggalkan. Tradisi terkait keagamaan yang masih bisa saya rasakan saat ini adalah perayaan bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Karena di hari-hari besar tersebut, kekayaan kuliner Banten tiba-tiba seperti muncul bertubi-tubi. Ya, karena saking kentalnya buadaya keagamaannya, tak heran ada beberapa kekayaan kuliner yang hadir hanya di hari-hari besar atau perayaan keagamaan. Sebagai seorang food blogger yang always curious dengan makanan tradisional Indonesia, mata saya selalu berbinar-binar setiap kali menemukan jajanan atau masakan khas kampung saya. Belum lagi ada begitu banyak kuliner kampung lain yang juga dikeluarkan di hari itu, bahkan makanan yang sudah langka pun biasanya ikut hadir.
Berbicara soal kuliner dan agama, saya jadi teringat dengan kampung saya, tempat kelahiran orang tua saya, Banten tepatnya di kota Serang dan Pandeglang. Meskipun saya sendiri tidak lahir disana, tapi setiap Lebaran atau ada acara keluarga saya dan keluarga pasti kesana. Banten sendiri sudah tidak asing lagi dikenal sebagai kota yang kaya akan budaya dan tradisi Islamnya, hanya saja semakin maju zaman, semakin budaya tersebut sudah banyak ditinggalkan. Tradisi terkait keagamaan yang masih bisa saya rasakan saat ini adalah perayaan bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Karena di hari-hari besar tersebut, kekayaan kuliner Banten tiba-tiba seperti muncul bertubi-tubi. Ya, karena saking kentalnya buadaya keagamaannya, tak heran ada beberapa kekayaan kuliner yang hadir hanya di hari-hari besar atau perayaan keagamaan. Sebagai seorang food blogger yang always curious dengan makanan tradisional Indonesia, mata saya selalu berbinar-binar setiap kali menemukan jajanan atau masakan khas kampung saya. Belum lagi ada begitu banyak kuliner kampung lain yang juga dikeluarkan di hari itu, bahkan makanan yang sudah langka pun biasanya ikut hadir.
Kalau ditanya apa saja sih kekayaan kuliner Banten yang berhubungan erat dengan ritual atau tradisi keagamaan? Banyak. Hanya saja semakin berkembangnya zaman, banyak sumber terpercaya yang sulit mengatakan apakah kuliner tersebut memang aslinya dipakai untuk ritual keagamaan tertentu, karena pada dasarnya walaupun masyarakat Banten terkenal kuat Islamnya, mereka tidak seperti orang Jawa yang memiliki banyak tradisi sakral yang melibatkan sesajen. Orang Banten yang mayoritas bersuku Sunda ini hanya melibatkan makanan dalam upacara atau perayaan keagaaman bukan ritual sepert misalnya upacara selamatan atau riungan, upacara ruwatan, selamatan kelahiran anak atau rumah baru, hari Raya Idul Fitri/Idul Adha, Maulud Nabi atau sekedar tahlilan untuk orang yang baru meninggal.
Kuliner-kuliner yang tersohor dari beragam peringatan hari besar keagamaan itu diantaranya Rabeg, masakan berkuah yang terbuat dari daging kambing dan jeroannya. Dahulu masakan ini dianggap sakral karena merupakan simbol penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW dan masakan ini pun hanya disajikan saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, ada juga yang bilang masakan ini disajikan untuk para sultan Banten. Rabeg sering ditemui di kota Serang namun tidak banyak yang kini menjual masakan itu.
Rabeg *photo courtesy of tempo.co.id
Ada juga Angeun Lada atau sayur lada, masakan berupa sayur yang dicampur dengan daging kerbau atau sapi dan menggunakan daun khas bernama daun Walang yang wanginya sangat menyengat seperti binatang walang sangit. Rasa masakan ini sangat kaya rempah dan pedas, tak salah disebut sayur lada, karena kuahnya seperti dicampur beribu lada hehehe... Sayur ini sangat terkenal di Pandeglang, karena hanya disini tumbuh daun Walang. Karena saking jarangnya orang yang memiliki tanaman Walang, sayur Angeun Lada ini juga sudah jarang ditemui di Banten. Dulunya sayur ini juga disajikan di acara tertentu seperti tahlilan, aqiqah, atau tasyakuran. Selain masakan ada juga kue-kue yang terkenal dari Banten seperti rangginang, apem, tape, jipang yang hadir dalam perayaan hari-hari besar keagaaman.
Angeun Lada *photo courtesy of faisalbantani.com
Nah dari sekian banyak kuliner Banten itu, saya mau mengulas sedikit tentang kue-kue khas Banten yang sampai sekarang masih bertahan walaupun zaman sudah berkembang. Kue-kue ini selain enak dan manis, juga mengandung nilai gizi yang tinggi lho. Yuk kita simak!
Ada
3 kue khas Banten yang selalu saya cari ketika bulan Ramadhan atau Idul
Fitri, kue Jojorong, kue Pasung, dan kue Apem Cukit. Saya menyebut ketiganya si
manis, tenang ini bukan karena yang makan saya lho hehehe…tapi memang ketiga
kue ini semua merupakan perpaduan antara tepung beras dan gula aren atau gula
merah. Kalau kata Sunda orang sih, amis
pisan kuena! Manisnya kue-kue tersebut ternyata tak lepas juga dari unsur keagamaan
dan gizi yang terkandung di dalamnya. Supaya yang baca makin tergiur akan
manisnya ketiga kue ini, nih saya jabarkan satu-satu hal-hal yang membuat kue
ini manis:
Kue
Jojorong
Banyak
yang bilang kue ini seperti putri. malu, dibalik putihnya adonan tepung
berasnya, coba sendok sedikit sampai kebagian dalamnya, kemudian tarrraaaa kamu
pasti akan menemukan harta karun berupa lelehan gula aren yang menggoyahkan
lidah dan matamu seketika. Pembuatan kue ini juga sangat mudah, hanya butuh
mencampurkan tepung beras dan santan kelapa mentah kemudian kita siapkan
‘tekor’ tempat atau mangkuk kuenya yang berbetuk persegi dan terbuat dari daun
pisang dengan ujung-ujungnya di steples atau disemat dengan tusuk gigi.
Kemudian masukkan gula aren atau bisa juga gula merah yang sudah dimasak hingga
sedikit mengental namun tidak terlalu cair, baru masukkan adonan santan dan
tepung berasnya, kemudian dikukus sekitar 15 menit. Uniknya Jojorong ini, kita
memang seperti menebak-nebak seperti apa asli kuenya. Secara kasat mata, kue
ini dari atas terlihat kaku, tapi saat disentuh dengan sendok, cussss bagian atas
kue akan pecah karena memang bertekstur lembut seperti air dan bagian dalam
agak sedikit lengket bergula merah.
*photo courtesy of me
*photo courtesy of Evi Indrawanto
Kue
Pasung
Sama
seperti Jojorong, tidak ada yang tahu pasti mengapa kue ini dinamakan kue
Pasung, hanya saja nama tersebut memang nama khas orang Sunda. Kue Pasung ini juga
terbuat dari tepung beras, hanya saja ada adonan kue ini terdiri dari dua
adonan, campuran tepung beras dan gula aren/merah, kemudian adonan tepung sagu
dan santan untuk membuatnya jadi kenyal. Biasanya di dalam adonannya selain
tepung beras, gula aren/merah, tepung sagu dan santan yang diuleni, ditambahkan
juga potongan kelapa atau nangka sehing kue-nya lebih bertekstur dan wangi.
Yang unik dari kue ini memang bentuknya yang menyerupai corong. Kalau daun
pisang pada jojorong di bentuk kotak seperti nampan kecil, pada Pasung daunnya
digulung seperti corong atau contong. Teknik memasaknya juga unik, adonan
tepung beras dan gula merah dimasukkan sebanyak ¼ kedalam contong kemudian
dikukus sampai mengeras kemudian diangkat dan masukkan adonan santan dan tepung
sagu kemudian kukus lagi sampai matang kurang lebih 15 menit. Coba gigit
pelan-pelan kue ini dari bagian paling atas, kamu akan merasakan lelehan gula
aren yang manis dan tekstur adonan yang tidak terlalu kenyal. Lembut dan terasa
aroma kelapanya, kemudian gigit sampai habis manisnya gula aren semakin berpadu
dengan kenyalnya adonan tepung beras. Sluuurrrpp saya nulisnya sampai
ngiler-ngiler ini hehehe…
*photo courtesy of kenalpandeglang.blogspot.com
Kue
Apem Cukit
Bayangkan
sebuah kue mirip bantal berwarna putih cantik, empuk, kenyal, dan disiram dengan
lelehan gula merah yang maniiiiiisss menggoda lidah, ya itulah kue Apem Cukit.
Kue ini juga salah satu kue andalan khas Banten yang paling dicari-cari karena
kue ini saat ini sudah sangat jarang disajikan kecuali memang benar-benar ada
permintaan. Ada beragam jenis kue apem yang tersebar di beberapa daerah di
Indonesia, seperti misalnya Apem Jawa yang berbentuk bulat dan diisi nangka dan
disajikan dengan kelapa parut. Bedanya Apem Cukit di Banten, bentuk tidak
bulat, melainkan seperti persegi panjang dengan menggunakan pengukus daun
pisang yang dibentuk seperti cetakan persegi panjang berukuran kira-kira
10x5cm. Bahan-bahan dasarnya hampir sama dengan apem pada umumnya menggunakan tepung
beras, tepung terigu, santan, ada tambaha berupa telur ayam dan ragi tape untuk
membuatnya mengembang dan empuk seperti halnya Dorayaki khas Jepang. Apem di
Banten dibiarkan tidak ada rasanya hanya terasa sedikit gurih dan asam karena
akan disajikan dengan Kinca, ini sebutan gula aren/merah yang dimasak hingga
mengental. Kehambaran kue apem cukit ini akan menjadi manis saat dicocol dengan
kinca-nya. Yummy!
*phoro courtesy of hobimasak.info
Ketiga
kue di atas dapat ditemui setiap perayaan bulan suci Ramadhan. Menurut beberapa
sesepuh saya, mengapa kue-kue tersebut disajikan saat bulan Ramadhan terutama
sebagai ta’jil dikarenakan ketiga kue tersebut mengandung gula merah dan aren
yang dipercaya memulihkan tenaga setelah seharian berpuasa. Selain itu, budaya
orang Sunda di Banten, biasanya tidak menyajikan kolak atau bubur seperti pada
umumnya menu ta’jil, mereka mengganti manisnya kolak ya dengan kue-kue manis seperti
itu. Kue-kue tersebut juga hadir di beberapa perayaan seperti selamatan atau
tahlilan dan pastinya hari Raya Idul Fitri sebagai bentuk rasa syukur pada
Allah SWT karena telah memenangi puasa Ramadhan. Sayangnya, jika kue Jojorong
dan Pasung mudah ditemui bahkan dikeseharian masyarakat Banten, seperti di
pasar atau toko kue, kue Apem Cukit sudah jarang ditemui lagi. Kue ini hanya
dibuat jika memang ada pesanan tertentu saja atau memang berniat
menghadirkannya di perayaan tertentu.
Dari
segi gizi, sudah dipastikan ketiga kue manis ini mengandung banyak masukan
nutrisi terutama dari adonan dan teknik memasaknya. Kesemua kue ini berbahan
dasar tepung beras yang dapat memenuhi kebutuhan protein juga karbohidrat kita.
Dalam secangkir tepung beras terdapat 9,4 gram protein setara dengan 12,91 gram
protein pada tepung putih atau kurang dari 16,44 gram pada tepung terigu serta
mengandung tinggi karbohidrat sekitar 126,61 gram per cangkir-nya. Serat pada
tepung beras juga tinggi sekitar 3,4 gram per cangkir. Sayangnya, tepung beras
memiliki kalori paling tinggi dibanding tepung beras merah, tepung putih dan
tepung gandum, tepung beras putih memiliki kandungan 578 kalori percangkirnya,
beda dengan keempat tepung sebelumnya yang masing-masing memiliki kalori 574
kalori, 455 kalori, dan 407 kalori.
Gula
aren dan gula merah yang menjadi pemanis alami pada kue-kue tersebut juga
mengandung manfaat dan nilai gizi yang baik untuk tubuh. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Philippine Food and Nutrition Research Institute, gula aren
dan gula merah mengandung nutrisi sebagai berikut:
Macro Nutrients (mg/ l –ppm, dry)
|
Gula Aren (dalam ppm/mg/li)
|
Gula Merah
(dalam ppm/mg/li)
|
Manfaat bagi Kesehatan
|
Nitrogen (N)
|
2.020
|
100
|
Membantu mencegah radang cardiovascular
|
Phosphorus (P)
|
790
|
30
|
Penting untuk pertumbuhan tulang, fungsi ginjal, dan pertumbuhan gizi
|
Potassium (K)
|
10.300
|
650
|
Mengurangi hipertensi, membantu sirkusi darah, mengontrol kadar
kolesterol
|
Calcium (Ca)
|
60
|
240
|
Penting untuk kekuatan tulang dan gigi dan untuk pertumbuhan otot
|
Magnesium (Mg)
|
290
|
70
|
Penting untuk melancarkan metabolism dan menstimulasi otak
|
Sodium (Na)
|
450
|
20
|
Membantu fungsi otot
|
Chlorine (Cl)
|
4.700
|
180
|
Membantu mengontrol cairan dalam tubuh
|
Sulfur (S)
|
260
|
130
|
Membantu menjaga kesehatan rambut, kulit, kuku dan keseimbangan
oksigen pada otak
|
Boron (B)
|
6
|
0
|
Penting untuk kesehatan tulang dan sendi
|
Zinc (Zn)
|
21
|
2
|
Biasa disebut ‘nutrisi kecerdasan” “penting untuk perkembangan mental”
|
Manganese (Mn)
|
1
|
2
|
Antioksidan, penangkal radikal bebas
|
Iron (Fe)
|
22
|
0.6
|
Penting dalam menjaga kualitas darah
|
Copper (Cu)
|
2
|
12.6
|
Membantu memproduksi sel darah merah
|
Sumber: COMPARISON OF THE ELEMENTAL CONTENT OF 3 SOURCES OF EDIBLE SUGAR
- Analyzed by PCA-TAL, Sept. 11, 2000.
(MI Secretaria et al, 2003)
Santan
dalam campuran ketiga adonan kue-kue di atas ternyata juga menyediakan masukan
nutrisi yang cukup baik bagi yang memakannya, lho. Kamu akan mendapatkan fungsi
lemak tak jenuh dan lemak omega 3 dalam satu sdm santan kelapa. Belum lagi ada
nilai protein yang cukup baik seperti alanin, arginin, dan serene yang membantu
mempertahankan dan membangun sel-sel baru. Kamu juga akan mendapat manfaat
sekitar 200 IU kalsium dalam satu cangkir santan plus santan juga ternyata
tinggi fosfor, zat besi, natrium dan tembaga. Eits, tapi jangan lupa santan
kelapa juga mengandung kalori cukup tinggi yaitu sekitar 120 kalori per satu
sdm. Nah untuk lebih lengkap seperti ini kandungan nutrisi per satu cangkir santan kelapa:
Wajar
saja penduduk Banten masih mempertahankan kue-kue tersebut sebagai penganan
sehari-hari mereka atau penganan untuk merayakan hari raya karena kue-kue
tersebut mengandung begitu banyak manfaat yang baik bagi kesehatan tubuh, ya
meskipun tetap saja sebagai manusia kita juga perlu tahu mengkonsumsi makanan
tersebut dalam jumlah berlebihan pun tidak bagus, karena sebagian dari
bahan-bahan adonan juga mengandung kalori dan lemak yang bisa berdampak buruk
bagi kesehatan, kan.
Oiya
satu lagi yang unik dari tradisi orang kampung seperti ini adalah mereka tetap
mempertahankan prinsip ramah lingkungan karena rata-rata ragam kuliner atau
kue-kue yang dibuatnya menggunakan daun pisang sebagai kemasan pembungkusnya,
ide yang sangat bagus kan untuk menjaga keseimbangan ekologi bumi.
Nah,
itulah beberapa makanan khas daerah saya yang kaya akan nutrisi dan gizi. Saya
dapat mengambil kesimpulan bahwa budaya menghadirkan makanan bergizi dalam
tradisi masyarakat Banten ini mencerminkan dekatnya nuansa religius dan
keagaamaan masyarakatnya tidak hanya dalam bentuk upacara adat namun juga dalam
kekayaan kulinernya. Rasanya nggak sabar ingin menjelajah kekayan kuliner
daerah lainnya. Nah, bagi kamu yang penasaran ingin tahu seperti apa kekayaan
kuliner daerah lain serta menjelajahi kekayaan gizi yang terkandung di
dalamnya, yuk tengok Jelajah Gizi yang dipersembahakan Nutrisi Untuk Bangsa
oleh Sari Husada terus ikutan juga kompetisi berbagi tulisan tentang kekayaan
kuliner daerahmu. Jadi, apa makanan daerah favoritmu?!
Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti loma Jelajah Gizi yang diselenggarakan oleh Nutrisi Untuk Bangsa oleh Sari Husada
*Referensi
http://www.b1one.baktinusantara.com/index.php/com-finder/artikel/13-nilai-nutrisi-pada-gula-aren
http://www.radarbanten.com/beta/opini/3989-kuliner-sebagai-identitas-budaya-banten
http://hobimasak.info/resep-resep-apem-potong-saus-kinca/
http://tempo.co.id
Mantab sekali itu sepertinya yang Angeun Lada! :D
ReplyDeletemy favorite is Jojorong! setiap ke Pandeglang atau kalau om dan tante saya ke rumah pasti minta Jojorong, enaaaaakkkk paraaaaahhhhh #vivabantenculinary
ReplyDelete